Pendaftaran Bakal Calon Gubernur Muzakir Manaf dan Bakal Calon Wakil Gubernur Fadhlullah, S.E. | Pendaftaran Bakal Calon Gubernur Bustami Hamzah, S.E., M.Si dan Bakal Calon Wakil Gubernur Tgk. H. M. Yusuf Abdul Wahab | Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara Tingkat Provinsi Aceh Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Tahun 2024

Headline

#Trending

Informasi

Opini

Penyelenggaraan Pemilu Yang Inklusif di Aceh Kepada Penyandang Disabilitas

Penyelenggaraan Pemilu Yang Inklusif di Aceh Kepada Penyandang Disabilitas oleh: T. Surya Reza, Cut Mutia Rahmadani Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Banda Aceh Setiap warga negara yang telah berusia 17 tahun ke atas sudah dapat merasakan hajatan demokrasi di negeri kita selama 5 tahun sekali yang disebut dengan Pemilu dan Pemilukada, namum dalam artikel ini berfokus pada Pemilu. Pemilihan Umum ataupun lebih dikenal dengan sebutan Pemilu merupakan sebuah ajang demokrasi yang menunjukkan adanya pilihan-pilihan berbasis kesetaraan dan keadilan yang digunakan untuk mencapai cita-cita negara dan bangsa. Dasar hukum tertinggi Indonesia yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) telah memberikan batasan untuk penyelenggaraan Pemilu dalam Pasal 22E ayat (2) UUD NRI 1945 menyebutkan, “Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”. Hak pilih juga diatur dalam Pasal 1 Ayat (2), Pasal 6A (1), Pasal 19 ayat (1), dan Pasal 22C (1) UUD NRI 1945. Ketentuan-ketentuan tersebut menunjukkan adanya jaminan yuridis yang melekat bagi setiap warga negara Indonesia untuk dapat melaksanakan hak pilihnya. Kata setiap warga negara dalam Pemilu memiliki makna dalam penyelenggaraan Pemilu tidak memandang suku, agama, ras, antargolongan, fisik dan mental, karna hal itu dilindungi oleh konstitusi. Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 43 ayat (1) disebutkan bahwa, “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”, atas dasar ini hak dalam memilih merupakan bagian penting Hak Asasi Manusia. Hak untuk memilih tidak hanya dimiliki oleh orang-orang yang memiliki kondisi fisik yang sempurna saja, melainkan juga oleh mereka yang memiliki kondisi fisik kurang sempurna yang biasa dikenal dengan cacat atau penyandang disabilitas. Dalam hal ini Pemilu yang inklusif bukan hanya sekadar Hak Asasi Manusia, tetapi juga mencerminkan prinsip-prinsip berdasarkan keadilan dan kesetaraan. Pemilu yang ideal harus dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk juga penyandang disabilitas. Inklusivitas merupakan suatu prinsip yang melibatkan pihak lain dalam suatu proses. Pemilu inklusif dapat diartikan sebagai Pemilu yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh warga negara. Pemilih juga harus mematuhi ketentuan yang berlaku serta dijamin menggunakan hak-hak pilihnya.* Dalam konteks Pemilu yang inklusif, berbagai aspek dalam proses Pemilu perlu diperhatikan dan disesuaikan dengan kebutuhan penyandang disabilitas termasuk memberikan kesempatan yang sama kepada semua warga negara, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus seperti penyandang disabilitas untuk turut serta dalam proses demokrasi berlangsung. Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas merupakan undang-undang yang menjadi landasan utama di Indonesia mengatur terkait hak-hak penyandang disabilitas, termasuk hak politik. Undang-undang ini bertujuan untuk memastikan bahwa mereka dapat menggunakan hak suara mereka dengan setara. Pemenuhan hak tersebut merupakan perwujudan prinsip kewarganegaraan yang inklusif yaitu terpenuhinya semua hak mereka sebagai warga negara secara adil tanpa memandang identitasnya. Aksesibilitas merupakan kunci yang paling utama dalam mewujudkan prinsip keadilan sosial, kesetaraan serta kesempatan yang sama bagi semua orang. Apa itu aksesibilitas? adalah upaya kemudahan yang tersedia bagi penyandang cacat dan diterapkan secara optimal untuk memastikan bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses berbagai aktivitas sehingga terwujud pemerataan. Pasal 356 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum telah menyebutkan, pemilih dengan disabilitas fisik, netra, atau hambatan fisik lainnya dapat dibantu oleh orang lain saat memberikan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS), atas permintaan pemilih itu sendiri. Orang yang memberikan bantuan wajib menjaga kerahasiaan pilihan pemilih tersebut. Meskipun terdapat aturan yang menjamin aksesibilitas penyandang disabilitas dalam pelaksanaan Pemilu di Aceh, penerapan di lapangan masih perlu banyak perbaikan. Dengan memperluas sosialisasi terkait hak-hak politik bagi penyandang disabilitas, menyelenggarakan pelatihan khusus bagi petugas Pemilu, serta memastikan fasilitas yang ramah disabilitas di setiap TPS, diharapkan kedepannya pelaksanaan pemilu di Aceh dapat lebih optimal dalam menjamin hak dan partisipasi penyandang disabilitas dalam proses demokrasi. Banyak penyandang disabilitas menghadapi masalah informasi proses Pemilu. Sebagian dari mereka tidak tahu bagaimana tata cara dalam mendaftar, di mana untuk memilih, atau bagaimana pemungutan suara itu sendiri dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya peningkatan dalam metode penyampaian informasi, termasuk penggunaan media yang lebih inklusif serta petugas Pemilu yang dilatih untuk berkomunikasi dengan penyandang disabilitas secara langsung. Tanpa informasi yang jelas dan mudah diakses, penyandang disabilitas akan kesulitan memahami hak-hak mereka dan bagaimana mereka dapat ikut berpartisipasi dalam Pemilu. Stigma sosial dapat menyebabkan penyandang disabilitas sering merasa terasing dan tidak berdaya yang pada akhirnya mengurangi keterlibatan mereka dalam proses demokrasi berlangsung. Pentingnya aksesibilitas terhadap penyandang disabilitas ialah untuk menjamin kemandirian serta partisipasi mereka dalam mewujudkan hak-hak politik sebagai warga negara tanpa adanya deskriminasi dan hambatan. Kebijakan hukum terkait aksesibilitas hak-hak politik penyandang disabilitas khususnya di Kota Banda Aceh merupakan langkah penting dalam mewujudkan demokrasi yang inklusif dan berkeadilan. Kebijakan ini tidak hanya memenuhi hak konstitusional penyandang disabilitas, tetapi juga memperkuat partisipasi mereka dalam menyalurkan hak-hak mereka. Kesimpulannya, penyelenggaraan Pemilu sebernarnya sangatlah kompleks, yang memandang hukum dalam satu kesatuan, penyelengagraan Pemilu tidak hanya terpaku pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 saja, namun juga harus memerhatikan harmonisasi hukum lainnya seperti, UUD NRI 1945, Undang-Undang HAM, dan Undang-Undang Penyandang Disabilitas, agar penyelenggaraan Pemilu benar-benar sesuai tujuan dan harapan bersama. ────────────────────────────── *Kusmanto, H. (2013). Peran Badan Permusyawaratan Daerah dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat.

Modal Penting Penyelenggara Pemilu Menuju Pemilu Berintegritas

Pemilu yang merupakan pesta Demokrasi sebagai sarana kedaulatan rakyat untuk memilih para pemimpin secara jujur dan adil memerlukan langkah strategis dalam pelaksanaan pemilu khususnya penyelenggara pemilu. Penyelenggara pemilu di Indonesia ada tiga lembaga penting, yaitu Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu yang memiliki tugas masing-masing. Penyelenggara pemilu di Indonesia merupakan lembaga penyelenggara terbesar di dunia. Sebagi penyelenggara pemilu wajib memiliki integritas yang tinggi dalam pelaksanaan pemilu.  Ada 5 unsur penting yang harus dan wajib diketahui oleh penyelenggara pemilu. 1. Perilaku Etik Perilaku etik merupakan respon penyelenggara terhadap norma-norma yang menjadi landasan pemilu yang menggambarkan seperangkat azas yang menjadi pedoman perilaku atau tindakan penyelenggara pemilu dalam melaksanakan tahapan-tahapan pemilu. Penyelenggara pemilu bertanggung jawab secara hukum, administratif, operasional dan teknis seluruh tahapan pemilu. Perilaku etik menjadi rambu-rambu normatif agar penyelenggara tidak melakukan tindakan-tindakan yang mengarah pada malpraktik pemilu baik dalam bentuk administrasi, pidana ataupun kode etik. 2. Jujur Jujur dalam melaksanakan pemilu merupakan ekspresi konsistensi penyelenggara pemilu dalam mengedepankan pemilu yang adil dan memberi ruang bagi stakeholder pemilu untuk mendapatkan tempat dan perilaku yang sama. Dalam hal ini penyelenggara pemilu wajib mengimplementasikan norma-norma pemilu secara adil bagi yang terlibat dalam pemilu dan mengimplementasikan tata cara penyelesaian sengketa pemilu yang jelas dan berkeadilan. 3. Imparsial Imparsial atau ketidakberpihakan merupakan modal utama bagi penyelenggara pemilu untuk melaksanakan pemilu berintegritas. Ketidakberpihakan ini bertujuan memperlakukan stakeholder pemilu secara adil. Ada tiga penting yang perlu dipahami oleh penyelenggara pemilu pada unsur imparsial ini, yaitu: Tidak menunjukkan keberpihakan pada peserta pemilu di setiap tahapan Tidak menunjukkan keberpihakan dalam menghadapi sengketa pemilu Tidak menunjukkan keberpihakan dalam pembuatan regulasi dan implementasi regulasi sehingga menguntungkan peserta pemilu atau pihak-pihak tertentu.  Baca juga: Strategi KIP Aceh dalam Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Partisipasi Masyarakat Pada Pilkada 2024 4. Tranparansi Transparansi dalam pelaksanaan pemilu merupakan kegiatan memberikan ruang kepada publik dalam mengakses berbagai informasi yang dibutuhkan untuk mengetahui kegiatan-kegiatan tahapan yang sudah, sedang dan akan dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu.  Tujuan pelaksanaan pemilu secara transparan adalah untuk memperkuat keabsahan atau legitimasi bagi penyelenggara pemilu.  5. Akuntabel Akuntabel ini merupakan bentuk tanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan atas segala tindakan-tindakan penyelenggara pemilu dalam melaksanakan berbagai tahapan penyelenggaraan pemilu. Pemilu yang dilaksanakan wajib ber kepastian hukum.  Kelima unsur yang telah disebutkan di atas merupakan unsur yang paling penting dalam melaksanakan pemilu yang demokratis. Untuk mewujudkan pemilu berintegritas di Indonesia bukan hanya tugas dan tanggung jawab penyelenggara pemilu saja, akan tetapi tugas kita bersama. Pemilu berintegritas harapan dan tanggung jawab kita semua.  Mari kita menjadikan pemilu sebagai sarana integrasi bangsa untuk membangun bangsa lebih demokratis. Terwujudnya pemilu berintegritas adalah harapan kita semua. Oleh sebab itu, masyarakat, peserta pemilu, pemilih dan penyelenggara pemilu memiliki peran penting dalam mewujudkan pemilu berintegritas di Indonesia.  

Strategi KIP Aceh dalam Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Partisipasi Masyarakat Pada Pilkada 2024

Pilkada Aceh akan dilaksanakan pada tanggal 27 November 2024. Pilkada tidak hanya dilaksanakan di Aceh akan tetapi tahun ini dilaksanakan secara serentak di Indonesia. Pilkada merupakan ajang demokrasi untuk memilih pemimpin daerah untuk lima tahun mendatang. Pada tanggal 14 Februari 2024, Aceh telah melaksakan Pemilu untuk menentukan Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten dan Kota. Pada Pemilu 2024, tingkat Partisipasi masyarakat dalam Pemilu mencapai 87 persen, lebih meningkat daripada Pemilu tahun 2019 yang hanya mencapai 82 Persen. Secara Nasional tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu 2024 berada di peringkat kelima setelah Daerah Istimewa Yogyakarta. Aceh sebagai daerah khusus telah mampu meningkatkan Partisipasi masyarakat pada Pemilu 2024. Dalam melaksanakan berbagai tahapan Pilkada 2024, KIP Aceh akan berupaya untuk mempertahankan tingkat partisipasi masyarakat dalam mempergunakan gak pilihnya pada Pilkada Serentak tahun 2024. Kerjasama berbagai pihak sangat dibutuhkan dalam kegiatan sosialisasi dan pendidikan Pemilih kepada masyarakat. Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih adalah tugas kita bersama dalam menyukseskan Pilkada 2024. Dalam menunjang berbagai tahapan pelaksanaan kegiatan Pilkada Aceh, KIP Aceh melakukan berbagai macam inovasi untuk menyampaikan informasi dan edukasi kepemiluan kepada khalayak ramai. Seiring pesatnya perkembangan teknologi digital, KIP Aceh merencanakan berbagai strategi dalam Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih kepada masyarakat. KIP Aceh dalam melakukan dan melaksanakan sosialisasi dan Pendidikan Pemilih akan menekankan pada kualitas dan kuantitas dalam meningkatkan Partisipasi Masyarakat pada Pillada Aceh tahun 2024. Strategi yang telah dilakukan dan akan dilaksanakan tersebut antara lain: Melakukan edukasi langsung ke Sekolah, Perguruan Tinggi, Pesantren dan Masyarakat.  Elektoral edukasi sangat penting dilakukan di lembaga pendidikan baik formal ataupun informal. Lembaga pendidikan memiliki peran penting sebagai wadah dalam penyampaian informasi kepemiluan. Lembaga pendidikan melahirkan generasi penerus bagi bangsa dan negara. Pendidikan politik juga harus disampaikan pada Lembaga pendidikan sebagai ujung tombak dalam menyebarluaskan informasi kepemiluan.  Mengajak organisasi kemasyarakatan dalam melaksanakan sosialisasi dan Pendidikan pemilih.  Organisasi kemasyarakatan merupakan organisasi yang sangat penting dalam pelaksanaan sosialisasi dan Pendidikan pemilih. Peran penting organisasi kemasyarakatan dalam melaksanakan informasi kepemiluan sangat masif.  Menyebarkan luaskan informasi kepemiluan melalui berbagai kanal media daring.  Seiring berkembangnya digitalisasi, KIP Aceh terus mengembangkan penyebarluasan sosialisasi dan Pendidikan pemilih melalui media daring. Informasi kepemiluan khususnya sosialisasi dan Pendidikan pemilih disebarluaskan melalui platform media sosial KIP Aceh. Melakukan Sosialisasi kepada organisasi profesi, tokoh pemuda, tokoh masyarakat dan tokoh Agama.  Sosialisasi dan Pendidikan pemilih bagi organisasi kemasyarakata, tokoh pemuda, tokoh masyarakat dan tokoh agama sangat penting dilakukan.  Menggelar program menarik untuk pemilih seperti membuat lomba video edukasi pemilu dan pemilihan.  Salah satu strategi penting dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas pemilu dan pemilihan adalah dengan lomba membuat video pemilu dan pemilihan. Dalam kegiatan ini akan melahirkan konten-konten kreatif yang disebarluaskan melalu media sosial KIP Aceh dan media sosial konten kreator itu sendiri. Konten yang memberikan pesan edukasi kepemiluan sangat penting disebarluaskan melalui media digital. Video-video tersebut selain memberikan edukasi kepada pembuat video, juga akan bermanfaat bagi semua Masyarakat umum.  Melakukan Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih berkelanjutan kepada Masyarakat non Pemilih Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih ini dilakukan kepada masyarakat yang belum berumur 17 tahun atau belum memenuhi syarat menjadi pemilih. Tujuan dari Sosdiklih ini adalah pendidikan dini bagi masyarakat tentang pemilu dan pemilihan. Edukasi ini penting untuk menumbuh kembangkan rasa cinta dalam jiwa untuk membangun bangsa dan negaranya.  

Diskusi Akhir Tahun, KPU Dinilai Makin Transparan

Jakarta – Dalam diskusi akhir tahun yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, para pegiat pemilu, perwakilan partai politik, dan pemimpin redaksi media massa yang membahas tentang catatan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) 2017 serta persiapan pemilihan umum nasional, kinerja KPU dinilai semakin transparan dalam hal publikasi data, Rabu 28 Desember 2016. Pencapaian tersebut diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini dan Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Maskurudin Hafid ketika keduanya menyampaikan paparan tentang penyelenggaraan Pilkada 2017. Titi mengatakan, Perludem banyak memanfaatkan data yang diunggah KPU dalam portal kpu.go.id. Tidak hanya itu, dengan data yang diunggah dalam bentuk open data tersebut, Perludem telah menghasilkan puluhan aplikasi kepemiluan yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak. Puncaknya, pada 7 Desember lalu Perludem meraih silver award dalam The Third Annual Open Government Awards di Paris, menyisihkan ratusan inisiatif lain dari seluruh dunia dalam menciptakan program yang mampu memberikan dampak signifikan kepada masyarakat. “Kami mendapat berkah dari keterbukaan data KPU, karena kita memanfaatkan data yang diunggah oleh KPU di dalam portal kpu.go.id. Jadi kami mengkonversi riwayat hidup yang diunggah oleh KPU Tahun 2014 dalam data yang bisa dibaca oleh mesin, atau format open data. Kemudian mengkonversinya menjadi application programing interface yang bisa dibaca oleh para programer dalam membuat aplikasi kepemiluan. Kami menghasilkan 40 lebih aplikasi dari keterbukaan data yang diinisiasi oleh KPU,” tutur Titi. Sementara itu Koordinator Nasional JPPR, Maskurudin Hafid mengatakan, keterbukaan data KPU tersebut menjadi berkah bagi semua pihak, karena sejak 2005 hingga 2008 penyelenggaraan pilkada, JPPR harus menggerakkan jaringannya di daerah-daerah untuk memperoleh data-data kepemiluan yang belum dipublikasi dengan baik oleh KPU. “KPU ini menghilangkan pekerjaan pemantau pemilu. Dulu 2005, 2006, 2007, 2008 KPU memang belum terlalu terbuka. Bisa jadi karena teknologinya belum ada, bisa juga aspek ketentuan hukumnya juga belum diatur dan sebagainya, dan seluruh jaringan JPPR aktif menginformasikan data dari daerah. Tapi begitu ada SITaP, begitu ada Silog, begitu ada Info Pilkada, habis itu. Tetapi sesungguhnya itu berkah buat kita semua, karena berjalan dengan sangat real time,” terang Hafid. Meski keterbukaan data KPU sudah lebih baik, Titi berharap KPU bisa menjadi bank data terkait proses pemilu dan pilkada. Di mana KPU tidak saja bisa mempublikasikan penyelenggaraan Pilkada 2017 dengan baik, tetapi juga mampu menghimpun rekam jejak pelaksanaan pemilu dan pilkada pada tahun-tahun yang lalu. “Tantangannya ke depan tidak hanya 2010 hingga 2017, tetapi KPU bisa menjadi pusat data pemilu. Yang kalau orang cari data dan mengumpulkan data pemilu, data pilkada nya bisa dari awal 2005 kita ber pilkada sampai sekarang itu semua ada di KPU. Posisi sekarang kan sebelum 2010 masih agak menyebar, masih sulit untuk mendapat data pilkada dan kepemiluan kita. Jadi ke depan mudah-mudahan terkonsolidasi seperti catatan akhir tahun KPU ini bisa dilengkapi dengan tahun-tahun terdahulu,” ujar Titi. Terkait portal publikasi, Titi berharap KPU memiliki satu platform yang bisa dimaksimalkan secara berkelanjutan. Saat ini ia menilai KPU belum dapat mengatur platform penghubung yang tepat dari portal KPU yang sudah ada. Akibatnya, para stakeholder KPU mengalami kesulitan dalam mencari rujukan data kepemiluan yang telah difasilitasi oleh KPU. “Kalau bisa publikasi datanya jangan menggunakan portal yang berubah-ubah. Sekarang publikasi terpadunya menggunakan pilkada2017.kpu.go.id, kan pilkadanya bukan Cuma 2017, nanti 2018 ada pilkada lagi, 2015 kan juga ada. Jadi mestinya platform-nya satu saja. Misalkan platform-nya kpu.go.id, tapi platform penghubungnya itu jadi kpu.go.id/2015. Semua ada di satu portal yang terkonsolidasi,” kata dia. “Kalau sekarang kami bingung, sebab dulu kami mempromosikan kalau mengecek DPT itu data.kpu.go.id, ternyata 2017 berubah. Mengecek datanya di pilkada2017.kpu.go.id ini membuat pekerjaan tidak efektif dan membingungkan serta tidak sustainability atau keberlanjutan,” lanjut Titi. Menanggapi hal itu, Ketua KPU RI, Juri Ardiantoro mengatakan, KPU sudah menyelesaikan pola induk untuk mengintegrasikan seluruh sub domain portal publikasi KPU. Ia berharap upaya tersebut dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sistem IT KPU yang semakin kuat, lengkap dan terintegrasi dengan baik. “KPU juga sudah menyelesaikan masterplan IT untuk mengintegrasikan seluruh kepentingan IT penyelenggaraan pemilu. Mudah-mudahan akan dilanjutkan oleh KPU berikutnya untuk dikembangkan dan implementasikan secara lebih nyata, sehingga KPU bisa memiliki sistem IT yang kuat dan menjadi media utama untuk membangun data base kepemiluan yang lebih lengkap dan terintegrasi,” pungkas Juri. [KPU RI]

Publikasi